Jumat, 13 Maret 2009

Janji Gombal Diobral

Dahulu kala saat memilih pemimpin adalah mereka yang kompeten tetapi tidak punya ambisi pribadi untuk memimpin kaum dan masyarakatnya, mereka tidak menerima tampuk pimpinan dan tahta sebagai sesuatu yang diburu, tetapi sebagai sesuatu yang dianggap sebagai amanah, yang merupakan barang yang berat yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhannya, tidak mudah menjadi pemimpin, berat membimbing umat dan lain sebagainya. Biasanya mereka menolak dengan halus tetapi "dengan terpaksa" karena biasanya didesak dan diangkat secara aklamasi oleh masyarakat maka mereka menjadilah pimpinan yang memang mereka percayai dan mereka segani dengan dasar yang kuat memberikan mandat dan kepemimpinan kepada mereka yang memang terpilih. Dan biasanya pemimpin yang demikian memimpin dengan sangat baik dan masyarakatnya pun patuh kepadanya, hukum berjalan dengan sangat baik karena berada ditangan yang benar dan tepat.
Kita bisa melihat sekarang, para "calon" wakil dan pemimpin rakyat kita, saling berlomba menonjolkan kepintaran (adiguna), kebesaran namanya (adigung), dan bala tentara dan pengikutnya (adigang), dan yang terjadi adalah rakyat jadi merasa tumben, dan dalam hati berkata : "Tumben, ini foto siapa ? tahu-tahu akan memberikan sesuatu (janji gombal), kepada masyarakat, padahal kita tidak kenal mereka, dan kalaupun kenal juga tidak akrab-akrab amat", gambaran ini sederhana tetapi itulah yang terjadi, beberapa orang ingin tampil menjadi pemimpin, berani sekali menyongsong sebuah "amanah yang berat", berani sekali bertanggung jawab dihadapan rakyat dan Tuhannya,... tidak takut mengkhianati amanat dan tidak takut dengan diselewengkannya amanah. Dan yang terjadi memang tidak jauh berbeda dengan perkiraan, mereka yang berani "mengejar" tampuk pimpinan pastilah mempunyai target dan pamrih didalamnya, tidak ada yang merasa tahta dan tampuk pimpinan sebagai amanah yang berat, tetapi mereka malah menganggap tahta dan tampuk pimpinan sebagai sebuah kesempatan emas untuk mengumpulkan harta, menimbun kekayaan, korupsi dan lain sebagainya, mereka lebih bangga menjadi pengkhianat amanah daripada berhati-hati dengan amanah yang berat tersebut. Pemilu hanya memunculkan pemimpin model yang begitu.....yang sangat parah dan tidak kompeten dan serakah,....dari dulu hingga kini,..tentu saja pemimpin yang tidak ikhlas, ya kalau kompeten sih masih rada mending, sudah tidak ikhlas dan penuh dengan sifat oportunis, tidak kompeten lagi, ini akan merusak bangsa Indonesia ini, dan memang yang terjadi di sini adalah yang demikian dan kita sebagai rakyat kecil tidak bisa berbuat banyak, hanya diam dengan kutukan di dalam hati, atau minimal menggerutu. Hasil paling parah adalah bahwa negara dan negeri ini telah digadaikan kepada lintah darat internasional (Lobi yahudi - jaman awal Soeharto dan Era IMF (Sri Mulyani CS)), dan rakyat menanggungnya hingga tujuh turunan - utang tidak pernah akan lunas - dan semua itu hanya mengambil keuntungan yang sedikit dan untuk segelintir orang (kroni lintah darat dan pengikut dan penjual bangsa ini). Sangat menggemaskan dan menggeramkan bukan, kita tidak diuntungkan apapun oleh mereka tetapi bangsa ini dan anak cucu kita dibebani "utang" warisan "pengkhianat" bangsa dan penjilat Lobi Yahudi Internasional ini, Kroni IMF dan seterusnya.
Jelang pemilu para "calon" pemimpin ini mengobral janji yang sangat gombal, dengan kemungkian sangat kecil dipenuhinya janji tersebut. Ketika belum terpilih "sangat berpihak" kepada rakyat (kecil) tetapi setelah dipilih dan terpilih menjadi pemimpin dia lupa diri dan lupa daratan apalagi rakyat,...... dia merasa menang sendiri tanpa dukungan rakyat. Jadi sangat wajar mereka mendatangi rakyat dengan "pamrih" yang jelas, dan dengan janji gombal yang sangat kental. Kita sebagai rakyat harus kritis dan dinamis dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara ini, jangan hanya diam bila melihat kezaliman dan pengingkaran janji (yang diucapkan waktu jelang pemilu), dan biasanya kita hanya bisa pasrah, tidak berdaya dan membiarkan kezaliman berlangsung dengan mulus didepan mata kita.
Janji adalah hutang dan mereka yang berani "obral" janji maka akan sangat banyak hutang nya kalau janjinya tidak dipenuhi, biarlah mereka berurusan dengan Tuhannya (kalau mereka punya dan percaya kepada Tuhan), dan pasti akan muncul generasi gemilang dengan akhlak yang mulia dan ketinggian ilmu dan iman yang akan mengangkat bangsa ini menjadi bangsa yang dihormati dan disegani. Mereka tidak berjanji yang muluk tetapi bekerja dengan ikhlas dan cerdas mengangkat bangsa ini yang telah dijerumuskan oleh pendahulunya yang khianat dan bodoh,... tetapi masa itu kapan ya,.... wallahu a'lam,... mari kita tunggu.
Depok, 13 Maret 2009

Tidak ada komentar:

KRITIK BUKAN BERARTI BENCI

SUDAH DARI DULU SAYA KRITISI Bagi yang pernah membaca tulisan-tulisan saya dari mulai saya menulis di blog ini, pasti tahu dengan pasti saya...