SUDAH DARI DULU SAYA KRITISI
Bagi yang pernah membaca tulisan-tulisan saya dari mulai saya menulis di blog ini, pasti tahu dengan pasti saya memang cenderung menjadi oposisi dari pemerintahan negeri ini baik itu Era Pak SBY maupun Era Pak Jokowi sekarang ini. Jangan menyalahpahami orang yang menjadikan dirinya sebagai oposisi, tukang kritik dan seolah bermusuhan dan tidak manut atau menurut kepada pemerintah. Tidak dan sama sekali bukan itu. Saya mengkritisi pemerintah sebagai rasa peduli dan betapa cintanya saya kepada negeri ini. Kalau pemerintahan dijalankan dengan baik maka saya akan mengatakan baik dan tentu saja mencari sesuatu yang bisa jadi urun rembug kepada pemerintah guna lebih meningkatkan prestasi yang sudah ada. Akan tetapi saya melihat enam tahun terakhir sepertinya mengalami penurunan. Hutang yang sungguh mengkhawatirkan sudah mencapai enam ribu triliun rupiah.Banyak di antara kita yang tidak peduli dengan politik dan urusan negara. Seolah sudah ada yang mengurusnya dengan baik. Saya himbau bagi yang masih merasa apatis, apriori dan cuek mbebek kepada urusan negara, sekedar infromasi bila kita semua warga negara Indonesia (asli ataupun pribumi) tidak open dan tidak peduli dengan urusan negara, ketahuilah maka negara akan diurusi oleh mereka yang akan membuat kehidupan anda menjadi sempit dan boro-boro ingat kepada kalian. Enam tahun terakhir ini saya merasakan hal tersebut, maka jangan pernah anda menempatkan diri untuk tidak mau tahu tentang urusan negara. Kalau negara sudah berjalan dengan baik, silahkan anda bisa berhenti konsentrasi kepada urusan negara, tapi kalau sekarang anda berhenti maka jangan kalian menyesal bila anak cucu kalian berada di dalam kesulitan yang tidak masuk akal. Harga yang melambung tinggi, gaji kita yang tidak pernah naik, kebutuhan yang meningkat, pemiskinan dilakukan dengan sistematis, kebebasan berserikat, berkumpul dan berbicara sudah dibatasi, UU ITE yang bisa menjadikan anda dihukum di dunia nyata, COVID19 yang tidak kunjung ada kejelasannya, BPJS yang mencemaskan, dan berbagai ketidakadilan yang menjadikan rakyat kecil semakin menderita saja. Mengatakan hal yang sebenarnya terjadi ini bukan berarti saya memusuhi pemerintah, akan tetapi kami yang merasakan, kami yang mengalami, dan kami yang tidak punya kekuatan untuk merubah keadaan. Jadi dengan bersuara seperti ini semoga bisa menajdikan masukan dan bahan pertimbangan kepada mereka-mereka yang menjadi wakil rakyat dan yang mengemban amanah kekuasaan. Kita juga harus cerdas dalam mengungkapkan kekritisan kita - jerat UU ITE sangat menakutkan saya - terutama di jaman ini, jujur saja sangat berbeda dengan jaman Pak SBY, kebebasan yang dulu ada perlahan tapi pasti dipersempit ruang geraknya, asosiasi UU ITE menjadi "ujaran kebencian' pencemaran nama baik" itu sangat membuat ketar-ketir blogger seperti saya. Saya sudah mengkritisi pemerintahan era Pak SBY dulu waktu akan menaikkan BBM dan langkanya bahan untuk tahu dan tempe yaitu kedele dan beberapa kekurangan yang beliau jalankan. Dan saya tidak pernah mencela pribadi para pejabat dan wakil rakyat. Karena yang perlu dikritisi bukanlah pribadi akan tetapi kerja dan kebijakan yang beliau-beliau ambil. Kalau menyengsarakan rakyat, menyulitkan kita dan menguntungkan orang asing, apa boleh buat pasti saya ingatkan, semampu saya. Kritik bukan membenci akan tetapi rasa cinta saya kepada negeri ini.
PEJABAT PUBLIK TIDAKLAH BAPER
Kalau anda sudah ingin dan bertekad dan Allah SWT kabulkan menjadi pejabat publik, anda tidak boleh baper dan sensi nan emosian. Karena begitu berhadapan dengan publik sudah dipastikan tidak ada orang yang bisa membahagiakan dan menyenangkan semua orang. Tidak mungkin. Akan tetapi bila ada yang berbeda dan yang terlihat sinis ada yang seolah benci dan anda merasa salah terus, itulah resiko dari menjadi pejabat publik. Kalau tidak mau dengan nuansa yang mengikuti sepertinya membuat emosi jiwa, ya jangan pernah menjadi pejabat publik. Lalu apakah harus cuek dengan kritik? Bukan, kalau ada kritik ya alangkah bijaknya kalau tidak dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Dan saya salah satu orang yang tidak setuju dengan UU ITE menjadi alat untuk menjerat perbedaan pendapat ataupun salah arti ataupun keplesetnya seseorang sehingga seolah "menghina" pribadi tertentu lalu dikenakan dan "didownload" menjadi hukum perdata bahkan sepertinya bisa menjadi hukum pidana. Ada apa dengan UU ITE? Bukankah perbedaan pendapat dan kesalahan beropini yang kadang disebut menyebar hoaks, sedemikian rupa bisa MASUK menjadi TRANSAKSI ELEKTRONIK? Tujuan UU ITE awalnya untuk mendeteksi kriminal yang menggunakan fasilitas elektronik/on-line? Bukan untuk ornag yang berbeda pendapat dan seolah menyebar hoaks? Tapi yang terjadi sekarang anda semua sudah pasti mengetahui dengan pasti kondisi faktualnya bukan? Kalau pejabat publik tidak mau dikritisi, tidak mau diingatkan dan maunya dihargai dan dihormati, sebaiknya anda yang berperilaku demikian sebaiknya mengundurkan diri dan ganti dengan orang yang legowo dengan kritik dari orang yang mereka pimpin atau wakili. Kalau mengatakan rakyat enak bisanya hanya mengkritisi beri dong pejabat publik solusi. Logis? Tidak lah, kami rakyat itu memilih, membayar pajak, menggaji pejabat publik dengan hal itu, mengapa HAK kami mengkritisi tidak diperkenankan? Malah dianggap nyinyir tanpa ada solusi. Begini, yang dibayar negara siapa? Yang membayar pejabat publik siapa? Yang dibayar adalah pejabat publik untuk membuat SOLUSI, bukan rakyat yang sudah membayar dan menggajinya. Untuk apa dibayar kalau tidak mau dan tidak mampu menghasilkan solusi, Rakyat nyinyir memang menjadi HAK nya, karena dia yang membayar para pejabat dan wakil rakyat. Kalau pejabat publik tidak menerima kritik dan tidak bisa menghasilkan solusi seharusnya malu dan mundur saja, biar ada orang lain yang bisa menjabat dengan baik dan benar. UU Penghinaan kepada lambang negara ( Presiden) juga saya tidak setuju dipakai kembali. Kata para ahli UU ITE dan UU itu termasuk UU KARET. Yang terlihat menghina dan yang terlihat menyebar hoaks apakah mereka benar-benar menghina dan menyebar hoaks? Yang saya sayangkan adalah adanya pelapor yang seolah ingin rakyat kecil ditangkap dan dibredel semuanya, terutama yang vokal dan jaman sekarang menamakan dirinya sebagai oposisi (yang tidak sependapat dengan pemerintahan saat ini). Saya tidak akan membahas politik terlalu dalam karena, urusan politik sudah ada yang membahasnya baik di webinar, zoom dan diskusi on-line maupun off-line dan hasilnya masih bisa kita saksikan di youtube.
KESIMPULAN
Orang yang sayang adalah yang mau mengingatkan, bukan yang masa bodoh dan membiarkan bangsa dan negara ini terjerumus, terpecah dan terkotak-kotak. Utang negara yang mengkhawatirkan saya, ketidakadilan hukum yang begitu kentara, TKA berdatangan di musim COVID19, kerumunan yang tidak mematuhi porkes Covid19, harga yang merangkak naik, iuran BPJS yang sudah nunggak, kuota untuk daring anak-anak sekolah yang harus kita beli sendiri, dan bencana alam yang silih berganti, dan bencana kemanusiaan berupa korupsi dana yang seharusnya diberikan kepada rakyat kecil yang sekarang ini sangat membutuhkan. Kritis bukan berarti menjadi musuh negara, kritis bukan berarti membenci pribadi pejabat, kritis bukan berarti memaksakan kehendak dan pendapat. Kritis adalah salah satu reaksi rasa cinta dan kepedulian rakyat kepada kondisi negara dan perjalanan negara ini. Masing-masing harus saling menyayangi, jangan selalu mengedepankan lapor dan ditindak oleh yang berwajib, bukankah budaya dari leluhur kita adalah kekeluargaan? Kalau sudah terbukti kriminal dan "subversif" istilah jaman dulu, barulah itu masalah yang serius, wajar dan bahkan malah menjadi wajib untuk dilaporkan. Kalau kita memang tidak sempurna, terus ada orang yang mengatakan dan mengingatkan kesalahan kita apakah tega kita menjeratnya dengan lapor kepada pihak yang berwajib? Kedewasaan seseorang sangat menentukan tindakan berikutnya, terkait kritik dan "terlihat seperti menghinanya". Penjara itu untuk para kriminal bukan untuk orang yang berbeda pendapat.